A.
DEFINISI
PROYEK
Proyek adalah
suatu kegiatan yang
sifatnya unik yang dibatasi
oleh waktu dan sumber
daya, baik berupa
manusia,material, biaya ataupun
alat, sehingga hal
ini membutuhkan suatumanajemen proyek
mulai dari fase
awal hingga fase
penyelesaian proyek. Semakin tinggi
tingkat kompleksitas proyek
dan semakin langkanya sumber
daya, maka dibutuhkan
sistem pengelolaan proyek yang
baik dan terintegrasi.
Suksesnya manajemen proyek
ditentukan dari pencapaian sasaran
proyek yang sesuai
waktu, sesuai anggaran, pemakaian sumber daya yang efektif
dan memuaskan pengguna jasa.
Perencanaan
maupun pengendalian waktu dan biaya merupakan bagian dari manajemen
proyek secara keseluruhan.
Kesuksesan proyek dapat diukur
dari pencapaian sasaran
proyek yaitu tercapainya kualitas pekerjaan sesuai
dengan persyaratan yang
ditetapkan, proyek dapat diselesaikan dalam
waktu yang telah
ditetapkan, masih dalam
batas anggaran yang disediakan,
bahkan kalau bisa
dibawah anggaran yang ada.
Waktu yang
digunakan dan biaya
yang telah dikeluarkan
dalam menyelesaikan proyek harus
diukur secara kontinyu
penyimpangannya terhadap
rencana. Adanya penyimpangan
waktu dan biaya
yang signifikan
mengindikasikan pengelolaan proyek
yang buruk. Keterlambatan jadwal
dan cost overrun
dalam proyek menjadi perhatian utama bagi pemilik proyek
maupun kontraktor. Keterlambatan
penyelesaian proyek biasanya
selalu berdampak pada biaya,
sedangkan biaya selalu
terkait dengan tingkat
suku bunga dan laju
inflasi yang selalu
berubah setiap waktu
sehingga keterlambatanproyek dapat
menjadi faktor kritis
dan menjadi kontribusi
utama terhadap terjadinya pembengkakan
biaya proyek.
Dampak lain dari keterlambatan proyek
adalah timbulnya masalah
besar bagi semua
tim proyek yang terlibat
baik itu owner
ataupun kontraktor. Tim
proyek owner akan dianggap
gagal dalam mengelola
proyek dan jadwal
untuk pengoperasian akan terlambat,
tentunya akan berdampak
pada sales value. Sedangkan
kontraktor akan terkena denda penalti sesuai dengan kontrak, cash
in yang akan
bermasalah karena tidak
bisa mengajukan invoice progress
pekerjaan dan tentunya
pihak lain juga
akan mengalami dampak negatif
seperti subkontraktor, vendor
material yang terlibat dalam proyek.
B.
PENYEBAB
KEGAGALAN PROYEK
Adapun faktor-faktor penyebab kegagalan suatu proyek kontruksi
terdiri dari sepuluh elemen penting , diantaranya sebagai berikut ;
1.
Minimnya
Dukungan dari Sponsor Proyek
Jika semua pihak
yang terlibat dalam
suatu proyek baik
pihak investor maupun pihak
eksekutor tidak mendukung
secara penuh pelaksanaan proyek maka
dapat dipastikan proyek
akan bermasalah, bahkan
tidak jarang juga proyek
berhenti ditengah jalan.
Minimnya dukungan dari sponsor
proyek akan menjadi
sumber masalah dalam
penyelesaian proyek, oleh karena
itu harus dipastikan
bahwa semua tim
proyek harus mempunyai komitmen
yang kuat untuk
mendukung kesuksesan proyek.
2.
Persyaratan
Yang Tidak Jelas
Pemahaman sebagain
besar tim proyek
yang cenderung menganggap “remeh” pekerjaan
akan menjadi bumerang
sendiri pada saat berjalannya proyek.
Seorang Manajer Proyek
harus bisa menunjukkan kepada semua
tim proyek hal
yang sifatnya meragukan,
kemungkinan kemungkinan
terburuk dalam proyek
dan berusaha keras
untuk mendapatkan pemahaman persyaratan yang jelas dalam menyelesaikan
proyek.
3.
Waktu
dan Anggaran Yang tidak Realistis
Biasanya investor
maupun tim proyek
sering berpikir dengan
istilah “tidak mungkin” pada
suatu proyek. Setiap
yang terlibat dalam
proyek harus dapat memahami
kalau setiap proyek
memiliki durasi tertentu sesuai dengan
anggaran dan sasaran/target proyek
yang diharapkan. Semakin paham
ruang lingkup pekerjaan
maka menentukan waktu dan
anggaran proyek akan
semakin realistis sehingga tingkat
keberhasilan proyek akan
semakin tinggi, begitu
juga sebaliknya semakin tidak
paham ruang lingkup
pekerjaan makamenentukan waktu
dan anggaran sema kin
tidak realistis sehinggatingkat kegagalan
proyek juga akan
semakin tinggi.
4.
Produktivitas
Yang Rendah
Hal ini
menggambarkan fenomena yang
sering terjadi dalam
proyek, produktifitas kerja cenderung
menurun bahkan hasil
akhir pekerjaan berbeda dengan
rencana semula. Proses
pendokumentasian,mekanisma
pengontrolan yang jelas
sangatlah penting untukmendapatkan hasil
yang optimal dan mempertahankan supaya produktifitas kerja tidak sampai
menurun.
5.
Minimnya
Pemahaman Terhadap Manajemen Resiko
Tingkat kompleksitasnya tiap
tahapan proyek tidaklah
sama, oleh karena itu
semua tim proyek
harus memahami setiap
tahapan pekerjaan. Kemampuan untuk
memahami dan mengindentifikasi potensi masalah yang akan
terjadi pada tiap tahapan proyek cenderung berdampak pada
hasil akhir proyek. Minimnya pemahaman
tim proyek terhadap manajemen
risiko akan berdampak
buruk pada hasil
akhir proyek, sehingga diharapkan
setiap tim proyek
diarahkan untuk sama-sama memiliki pemahaman yang bagus
tentang manajemen risiko.
6.
Prosedur
dan Dokumentasi Yang Tidak Baik
Prosedur dan
dokumentasi menjadi hal
yang mutlak dalam
setiap proses pekerjaan proyek.
Prosedur menjadi panduan
dasar bagi semua tim
proyek dan dokumentasi
menjadi bagian atau
komponen dalam mengontrol pekerjaan.
Ketidakdisiplinan tim proyek
dalam mengikuti prosedur yang
sudah ditentukan dan
dokumentasi yang tidak
baik akan berdampak buruk
pada hasil akhir
proyek.
7.
Metode
Esimasi Yang Tidak Baik
Metode estimasi
komponen-komponen pekerjaan sangat mempengaruhi hasil akhir proyek. Dalam
melakukan estimasi bisa
menggunakan beberapa metode antara
lain, informasi pada proyek
sebelumnya yang bisa
dipergunakan sebagai pembelajaran (lesson
learn), melakukan studi
terlebih dahulu atau melibatkan personil yang lebih memahami
pekerjaan.
8.
Kemampuan
Dalam Berkomunikasi
Tim
proyek memiliki karakter yang berbeda satu sama lainya, sehingga diperlukan suatu
standar komunikasi yang
baik dalam mengkomunikasikan pekerjaan
yang biasanya dituangkan
dalam “communication
procedure”. Komunikasi dengan
semua tim yangterlibat
dalam proyek adalah
faktor yang sangat
penting dalam mencapai sasaran
proyek . Komunikasi yang buruk
juga akan berdampak
buruk pada hasil pekerjaan dan banyak proyek mengalami
kegagalan karena komunikasi sesama tim proyek tidak berjalan dengan baik.
9.
Tidak
Belajar Dari Proyek Sebelumnya (Lesson Learn)
Sebuah perusahaan
yang bagus harus
bisa menjelaskan secara transparan target
proyek yang akan
dicapai dan keuntungan
apa yang akan diberikan
kepada tim proyek.
Setiap tim proyek
harus memandang proyek sebagai
bisnis yang menguntungkan, harus
belajar dari kegagalan proyek
sebelumnya, secara terus
menerus memonitorperkembangan
teknologi dunia proyek dan selalu memberikan masukan yang positif selama proyek
berjalan.
10.
Sumber
Daya Proyek Yang Tidak Efisien
Persiapan sumber
daya yang tidak
kompeten dalam menyelesaikan pekerjaan akan
menjadi masalah besar
dibanding dengan tidak mempunyai sumber daya sama sekali.
Untuk mendapatkan sumber daya yang
bagus, pastikan terlebih
dahulu syarat ‐ syarat
sumber daya yang dibutuhkan proyek
dan berusaha mendapatkan
sumber daya setiap komponen sumber daya yang paling
efisien.
C.
KEGAGALAN
DINI PERKERASAN JALAN AKIBAT PELAKSANAAN KONSTRUKSI
Sumber
Kegagalan Bangunan ditinjau dari tahapan Pelaksanaan Proyek Konstruksi Cukup
banyak faktor penyebab kegagalan
bangunan. Ditinjau dari tahapan-tahapan proyek konstruksi dan pasca
proyek konstruksi kegagalan dapat
diakibatkan oleh faktor-faktor sebagai berikut ;
Ø Kesalahan-kesalahan yang terjadi selama proses prastudi dan studi
kelayakan.
Ø Kesalahan-kesalahan dalam perencanaan dan disain (planning and
engineering design).
Ø Kesalahan-kesalahan dalam prosedur pengadaan
Ø Kesalahan-kesalahan yang terjadi selama tahap pelaksanaan .
Ø Kesalahan dalam pemanfaatan/pengoperasian.
Ø Pemeliharaan yang kurang memadai .
1.
Kasus
Kegagalan Bangunan dari perspektif Hukum
Kontrak
a.
Aspek
kontraktual
Kontrak
jasa konstruksi merupakan suatu perikatan yang lahir dari suatu perjanjian
berisi ketentuan-ketentuan mengenai hak dan kewajiban yang mengikat pihak-pihak
yang terlibat. Dalam kontrak konstruksi,hak dan kewajibandituangkan dalam
syarat-syarat umum dan syaratsyarat khusus kontrak. Namun tidak terbatas pada
syarat-syarat tersebut, karena ada
kewajiban-kewajiban hukum yang menambah,yang oleh hukum yang berlakudianggap
dikehendaki oleh mereka yang melakukan perjanjian.. Oleh sebab itu, setiap
perjanjian harus mengikuti hukum yang berlaku dalam suatu wilayah hukum.
Syarat-syarat umum kontrak versi Federation of International des Ingeneurs
Councel (FIDIC edisi 1987) menyatakan hal tersebut pada pasal 26.1 dan
Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Konstruksi No 29/2000 menegaskan
hal tersebut pada pasal 23(2).6.
b.
Resiko-resiko
Tanggungjawab dalam Penyelenggaraan Konstruksi
Sifat
unik proyek konstruksi menyebabkan
tujuan produk yang ditetapkan sulit dipastikan. Hal ini membuat resiko
kegagalan dalam pemenuhan kewajiban kontrak tidak dapat dihilangkan, namun
dapat direduksi. Oleh karena itu setiap pihak perlu memahami resiko-resiko yang
mungkin timbul selama konstruksi maupun pasca konstruksi. Resiko-resiko
tersebut dapat timbul akibat ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban dalam
kontrak baik yang sifatnya kelalaian, kesengajaan, kecerobohan maupun
kondisikondisi yang tidak dapat diramalkan karena keterbatasan-keterbatasan
yang dimiliki oleh manusia. Misalnya kegagalan selama pelaksanaan kontrak yang
tidak terdeteksi seperti cacat-cacat yang tersembunyi (latent defect) yang
timbul pada periode pasca konstruksi .
c.
Responsibility
dan Liability
Ditinjau
berdasarkan konsep hukum maka kedua kata
mempunyai pengertian yang berbeda.
Ø Seseorang dikatakan bertanggungjawab jika secara umum memperlihatkan
kepedulian, memikirkan dan mempertimbangkan kemungkinan dari hasil
tindakan-tindakannya.
Ø Seseorang bertanggungjawab terhadap suatu kejadian jika ia
bertingkah laku dalam kejadian itu sebagai faktor penyebab utama.
Ø Seseorang bertanggungjawab jika dari segi umur, fisik dan mental ia
mampu mengendalikan tindakannya secara rasional dan wajar, maka secara hukum ia
bertanggungjawab.
Liability
didefinisikan sebagai konsep hukum yang memaksa warga negara, badan usaha atau
satu lembaga dalam suatu permasalahan agar tertib hukum dengan
mewajibkannya untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu. “Seseorang dikatakan dalam keadaan
bertanggungjawab jika ia sekurang-kurangnya
secara hukum diharuskan untuk melakukan
sesuatu akibat tindakannya
yang melanggar hukum.” (The
Oxford Companion to Law’
malalui BUNNI 1986)
Responsibility merupakan tindakan seseorang yang secara hukum memenuhi syarat
untuk melaksanakan
kewajibannya dengan suatu
kepedulian, pikiran, dan pertimbangan-pertimbangan terhadap
akibatakibat tindakannya.
Liability akan timbul dari suatu kerelaan atau
aturan-aturan hukum yang memaksa. Dengan
demikian maka hubungan antara responsibility dan
liability dapat dikemukakan
sebagai berikut Responsible
berarti bertanggungjawab dan liable berarti tanggungjawab untuk suatu
hasil tindakan yang telah lakukan.Tanggungjawab
dalam kata responsible berarti bertanggungjawab untuk
melakukan suatu tindakan tetapi
bukan berati tindakan
untuk mengganti kerugian-kerugian. Sehingga tanggungjawab dalam
kata liable bukan
berarti tanggungjawab dalam kata
responsible.
Perbedaan
antara kedua kata diatas, dapat dilihat pada kasus berikut.
Seorang engineer dari
pihak pelaksana konstruksi mempunyai
tanggungjawab (responsible)
untuk menjaga agar
dalam pelaksanaan pekerjaan
tidak terjadi kecelakaan kerja dan secara hukum
bertanggungjawab (liable) jika terjadi
kecelakaan kerja akibat
kelalaiannya. Dalam kasus lain, pihak perusahaan asuransi tidak
mempunyai tanggungjawab (responsibility) tetapi mempunyai tanggungjawab
(liable) jika timbul suatu
resiko terhadap pihak
yang dijamin.
Hal ini disebabkan karena
pihak asuransi meletakkan kewajiban kepada pihak yang dijamin. Kemana
tanggungjawab ditujukan? Kepada
diri sendiri, masyarakat umum,
masyarakat yang terlibat dalam jasa
konstruksi, pemilik proyek
konstruksi dan tanggungjawab
antara sesama profesional. Dari kajian tentang tanggungjawab ini, dapat
disimpulkan bahwa pada
saat perjanjian kontrak ditandatangani, maka
pihak-pihak yang terlibat dianggap telah
memikirkan dan
mempertimbangkan akibat-akibat tindakannya dan secara
hukum bertanggungjawab untuk memenuhi kewajiban-kewajiban kontraknya.
Kewajiban yang
tidak dipenuhi, merupakan
suatu pelanggaran yang secara
hukum harus
dipertanggungjawabkan. Liability dalam Civil Code yang hingga
saat ini masih
populer digunakan di Indonesia
umumnya didasarkan kekurang pedulian (Lack of
Care) atau kelalaian
(Negligence .Untuk
menetapkan tanggungjawab atas kegagalan bangunan
, maka unsur-unsur
yang mutlak dipenuhi dapat
dikemukakan sebagai berikut :
Ø Penyedia jasa mempunyai
kewajiban hukum yang harus
dipenuhi.
Ø Penyedia jasa gagal memenuhi tanggungjawab kontraktual
Ø Pengguna jasa mengalami kerugian.
Ø Ada hubungan sebab
akibat antara peristiwa pelanggaran dan
peristiwa yang menyebabkan kerugian pengguna jasa.
Adapun
faktor-faktor yang
dapat memperkecil bahkan menyebabkan suatu kesalahan atas kegagalan
bangunan dapat dibenarkan. Faktorfaktor tersebut antara lain :
Ø Penyedia jasa dapat
memperlihatkan bahwa sumber kegagalan
konstruksi yang bermotif kejahatan (misalnya
kecurangan) yang melibatkan
penerima jasa dan wakil penerima jasa.
Ø Kegagalan yang terjadi
masih dalam batasan resiko yang
diterima oleh pengguna
jasa.
Ø Kegagalan bangunan bersumber
dari suatu peristiwa yang
tidak dapat dihindari
selama periode penyediaan jasa
dan masa pertanggungan atas
cacat-cacat.
Ø Kegagalan bersumber dari Acts of God.
Ø Sumber kegagalan
dilakukan oleh penyedia jasa
sebagai suatu tindakan
yang luar biasa yang dibutuhkan
untuk mencegah kerugian yang lebih besar (Necessity).
Ø Pelanggaran kontraktual yang
merupakan suatu tindakan penyedia
untuk memenuhi peraturan perundang-undangan. (statutory authority)
Ø Kegagalan terjadi telah
melampaui batas waktu untuk
melakukan tuntutan atau daluwarsa (limitation of action).
d. Usaha penggantian kerugian (Indemnity)
Secara
kontraktual, pihak-pihak yang terlibat dalam
penyelenggaraan konstruksi akan
berusaha melakukan
penanganan atau pencegahan
terhadap terjadinya kerugian pihak lain.
Pendekatan dalam penanganan resiko
berbeda-beda, tergantung dari pandangan dan kemampuan sumber daya,
informasi dan kepentingan masing-masing
pihak terhadap resiko yang
dihadapi. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam bertanggung jawab selama pelaksanaan proyek
kontruksi dilampirkan dalam table berikut.
2.
Penyebab
kegagalan dini perkerasan jalan di Indonesia pada tahap pelaksanaan.
Salah
satu kasus yang
dapat dikemukakan dalam kasus
kegagalan dini perkerasan
jalan di Indonesia pada
ditinjau pada aspek
pelaksanaan, adalah pada jalan tol di Indonesia. Kegagalan yang
potensial berdasarkan data
yang diberikan oleh pihak-pihak yang
terlibat dalam proyek
jalan tol selama tahun
1982-2001 umumnya di
sebabkan oleh aspek rendahnya
kepatuhan terhadap kewajiban-kewajiban kontrak.
Hal ini
telah mendorong meningkatnya potensi kegagalan teknis dalam pelaksanaan
konstruksi pada jalan
tol. (Yunus, 2001). Peristiwa-peristiwa selama
tahap pelaksanaan yang mempunyai
resiko tinggi terhadap kegagalan
dini perkerasan jalan berdasarkan 3
pihak yang terlibat
selama pelaksanaan konstruksi jalan tol dikemukakan pada tabel 3.
Berdasarkan Tabel
3 diatas, dapat dikemukakan bahwa
terdapat variabilitas dari masing
masing pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan
konstruksi jalan tol. Ruslan 2001 mengemukakan
bahwa dari 40 peristiwa
yang teridentifikasi berpotensi menyebabkan kegagalan
diatas, diperoleh nilai resiko
kegagalan dini akibat
kegagalan memenuhi kewajiban kontraktual
sebesar 26,09 %. Ini
memberi informasi potensi
terjadinya kegagalan
prematur pada periode
pasca kontrak lebih
besar dari kegagalan yang dapat diterima menurut standar keandalan yang
direkomendasikan oleh AASHTO sebesar 90-99%.
Berdasarkan
penilaian responden terhadap peristiwa-peristiwa yang
sering terjadi selama pelaksanaan
proyek jalan tol,
maka kegagalan prematur selama
ini adalah hal
yang wajar. Hal ini
didasarkan pada selisih
keandalan yang akan dicapai (tersirat
resiko yang diterima) dan potensi kegagalan saat
pelaksanaan.
3.
Penyelesaian Kegagalan Bangunan di Indonesia
Untuk menjamin
kepastian hukum suatu produk
yang dihasilkan dalam
suatu penyelenggaraan
konstruksi, di Indonesia, sebelumnya telah
ada beberapa peraturan
perundang-undangan, yang berhubungan dengan kegagalan suatu
produk seperti KUHPer
(1609) dan AV41. Kedua
produk hukum tersebut
kurang mampu mengakomodasi perkembangan
industri jasa konstruksi ditanah
air pada saat
ini.
Permasalahan kegagalan
produk konstruksi khususnya bangunan
dalam UU No
18/1999 telah diatur. Namun
masih bersifat umum
dan masih membutuhkan pengembangan,
khususnya yang berkaitan dengan
definisi kegagalan, penilaian kegagalan dan
sitem penjaminannya. Belum populernya pendekatan
resiko dalam menangani permasalahan yang timbul dalam
bidang konstruksi ditanah air menjadi
salah satu faktor
penyebab sistem penjaminan untuk
kegagalan bangunan belum berkembang.
Namun dengan
adanya kewajiban bagi pihak-pihak penyedia dan pengguna jasa konstruksi
untuk menerapkan Indemnity Insurance dan
Profesional Liability Insurance, Seperti yang
dikemukakan dalam Undang-undang No 18/199
maka dibutuhkan diversifikasi
layanan lembaga penjamin yang
mampu mendukung karakteristik
industri konstruksi.
Gambar jalan
tol
1.
Gambar
1
2.
Gambar
2
3.
Gambar
3
4.
Gambar
4