Tuesday, 31 January 2017

MAKALAH TENTANG PENATAAN KOTA YANG BAIK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Saat ini di Aceh sedang melakukan pembangunan dan pengembangan daerah, khususnya kota Banda Aceh pasca terjadinya tsunami tahun 2004 silam. Dengan pembangunan dan pengembangan daerah maka kota akan menjadi lebih indah dan nyaman bagi masyarakat .Bila membangun sebuah kota tanpa adanya penataan yang baik dan benar bisa membawa dampak yang negatif bagi masyarakatnya terutama dalam hal keindahan kota.

Kota yang baik adalah yang mampu mencukupi warganya akan hunian yang layak serta permukiman yang responsif dan mendorong produktifitas. Saat ini pemetaan kota yang baik masih sulit dilakukan secara menyeluruh, karena masih terbatasnya data dasar perkotaan yang memadai, yang salah satunya adalah melalui peta jalan di dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) kota/perkotaan. Rencana dan program perumahan dan permukiman untuk sebuah kota untuk minimal 20 tahun mendatang harus konkrit tertuang di dalam RTRW, baik tecermin di dalam kebijakan dan strategi penataan kota, pola dan struktur ruang kota, maupun di dalam indikasi program utama pemanfaatan ruang.

Visi kolektif pentingnya perkotaan lestari , yang masih menghadapi banyaknya tantangan persoalan perkotaan, yang harus diselesaikan secara sinergik oleh semua pemangku kepentingan agar cepat terwujud kota dan perkotaan yang lebih baik, karena pada kota-kota demikianlah maka penghidupan dan kehidupan yang lebih baik bagi warganya juga akan dapat lebih terjamin. Hal ini dianggap masih sangat sulit dicapai bagi sebuah negara berkembang, seperti Indonesia, sehingga memerlukan tindakan-tindakan yang lebih nyata, yaitu pro-shelter dan pro-settlements di tingkat pusat dan daerah dalam kebijakan dan program pembangunannya.
Pertumbuhan kota yang cepat secara langsung berimplikasi pada pembangunan infrastruktur dan pelayanan public. Kurangnya pelayanan air bersih, sistem sanitasi yang baik, penyediaan rumah dan transportasi yang baik untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan penduduk kota, akan menjasi penyebab utama timbulnya masalah di kota-kota Negara berkembang.

1.2 Tujuan
1.      Mengetahui tata cara perancangan sistem perkotaan yang baik bagi masyarakat.
2.      Mengetahui manajemen perkotaan yang baik dan benar.
1.4 Ruang Lingkup
            Ruang lingkup dari pembahasan masalah ini ialah segala sesuatu yang berkenaan dengan masalah seputar tata kota ditinjau dari aspek sosial-ekonomi masyarakat yang hidup didaerah kota.















BAB II
GAGASAN
2.1 Penataan Kota yang Baik
Kota yang baik adalah yang mampu mencukupi warganya akan hunian yang layak serta permukiman yang responsif dan mendorong produktifitas. Saat ini pemetaan kota yang baik masih sulit dilakukan secara menyeluruh, karena masih terbatasnya data dasar perkotaan yang memadai, yang salah satunya adalah melalui peta jalan di dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) kota/perkotaan. 
Rencana dan program perumahan dan permukiman untuk sebuah kota untuk minimal 20 tahun mendatang harus konkrit tertuang di dalam RTRW, baik tecermin di dalam kebijakan dan strategi penataan kota, pola dan struktur ruang kota, maupun di dalam indikasi program utama pemanfaatan ruang. Program-program perumahan dan permukiman harus disusun kontekstual sesuai kebutuhan nyata warganya, baik terkait perbaikan lingkungan seperti KIP, peremajaan kawasan, maupun penyediaan kawasan permukiman baru seperti Kasiba/Lisiba, atau bahkan sebagai kota mandiri.
Untuk mendapatkan tata kota yang baik seharusnya kita harus bisa memenuhi beberapa syarat agar lebih baik yaitu:
1.      Sebelum membangun/memperluas sebuah kota harus melakukan perencanana dulu seperti penyelidikan akan potensi kota dan penempatan lokasi kota yang baik.
2.      Membuat peraturan tentang perluasan kota.
3.      Melakukan pemetaan tentang tata letak bangunan publik dan perumahan sehingga tidak saling timpa tindih.
4.      Penyedian ruang hijau sebagai paru-paru kota.
5.      Memperhatikan aspek yang menunjang seperti, lokasi pelabuhan laut, bandara udara, stasiun kereta, terminal bus dan masih banyak lagi.
Dalam disiplin ilmu perancangan kota, seperti dijelaskan oleh Ir. Ikaputra M.Eng., Ph.D., pakar perencanaan kota dan lingkungan, paling tidak ada empat tolak ukur kota yang baik:
1.      Kota itu harus bisa berfungsi dengan baik. Artinya, tata guna ruang tersebut harus berfungsi optimal.
2.      Kota harus memiliki sirkulasi, sehingga penghuninya bisa berpindah tempat dengan baik. Salah satu indikatornya adalah transportasi publik. Kalau transportasi publik buruk, kota itu tidak bisa dinilai baik.
3.      Tata ruang kota harus dikembangkan berdasar penataan bangunan. Kalau penataan bangunannya buruk, kota itu tidak bisa dikategorikan sebagai kota yang baik.
4.      Tata utilitas lain di luar sirkulasi/transportasi, seperti drainase dan sanitasi, harus bekerja dengan optimal. Tidak hanya di Jakarta, di kota lain di seluruh dunia pun menghadapi tantangan drainase dan sanitasi yang sama. Selain alasan cuaca ekstrem, ternyata masalah paling umum yang dihadapi banyak kota di Indonesia berkaitan dengan drainase adalah kapasitas utilitas drainase kota itu tidak mampu mewadahi aliran air karena tata ruang kota itu tidak dirancang dengan baik.
Maka itu, dalam membangun sebuah kota diperlukan perencanaan yang baik. Berikut prinsip-prinsip perencanaan kota, seperti dikutip dari www.globalplannersnetwork.org:
1.      Mendukung pembangunan kota yang berkelanjutan
2.      Terintegrasi dengan semua aspek kota, seperti transportasi, saran publik, mitigasi bencana, dan sebagainya.
3.      Terintegrasi dengan perencanaan biaya.
4.      Melibatkan mitra dan stakeholder.
5.      Sesuai dengan prinsip-prinsip tentang tata kawasan dan hunian.
6.      Mendukung respons pasar terhadap kawasan tersebut.
7.      Mendukung akses menuju ke kawasan tersebut.
8.      Mengembangkan fasilitas pendukung yang sesuai.
9.      Berpihak pada golongan ekonomi rendah dan kepentingan umum.
10.  Memperhatikan keragaman budaya.

2.2    Manajemen Perkotaan yang Baik dan Benar
Manajemen Perkotaan adalah suatu upaya mobilisasi sumber daya perkotaan melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, pengendalian, secara efisien dan efektif guna mewujudkan visi, misi, dan tujuan dari suatu kawasan perkotaan dengan tetap mempertahankan linkungan strategis.


Adapun kebijakan masyarakat dalam manajemen perkotaan mencakup hal- hal sebagai berikut:
1.      Tata ruang
2.      Pemanfaatan lahan
3.      Program investasi
4.      Pembiayaan pembangunan
5.      Lingkungan hidup
6.      Kelembagaan
7.      Partipasi masyarakat dan pelayanan masyarakat.
Bertambahnya jumlah penduduk yang terus meningkat dari waktu ke waktu akan memberikan implikasi terhadap tingginya pemanfaatan ruang kota. Ada 2 (dua) faktor penting dalam penataan kota, yaitu faktor ideal dalam arti standar kesejahteraan kota dan faktor pelaku dimana manusia itu sendiri yang berfungsi sebagai subyek dalam suatu kota. Terkait dengan perlunya penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di setiap kota sebesar 30% yang disebutkan dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007, maka dalam merencanakan dan membangun sebuah kota tidak hanya pembangunan secara fisik yang ditonjolkan untuk mencapai kemakmuran perekonomian, namun penyediaan RTH dan fasilitas publik juga perlu ditingkatkan.
Adanya arus globalisasi yang terjadi saat ini akan banyak membawa perubahan dan tantangan baru dalam penataan ruang. Diperlukan adanya manajemen kota untuk menampung berbagai macam aspirasi, kepentingan, dan harapan dari masyarakat dengan mengembangkan prinsip-prinsip manajemen yang terpadu dan terkoordinasi.
Konsep pemberdayaan dan pelibatan masyarakat miskin perkotaan dalam penataan ruang harus dilakukan secara hati-hati, dikarenakan sangat rentan terhadap intervensi dalam perencanaan kota. Perlu adanya pemecahan masalah dari sisi sosial ekonominya dengan upaya penyediaan lahan, pembangunan berbasis teknologi, dan penetapan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Selain itu penerapan prinsip trust-worked antara Pemerintah dan masyarakat harus tetap dilaksanakan untuk mewujudkan penataan ruang yang bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat.
Penangan masalah-masalah yang terjadi dapat menjadi nilai tambah untuk pemerintah karena peduli dan ada tindakan untuk menyelesaikan masalah-masalah pembangunan. Selain itu, keterlibatan semua pelaku manajemen perkotaan dapat diaplikasikan melalui pendekatan pembangunan partisipatif. Pemerintah harus bisa mengajak semua stakeholder dalam pembangunan. Secara khusus bagi masyarakat, mereka tidak lagi secara pasif menerima bantuan sebagai objek pembangunan, tetapi mereka diajak aktif untuk menjadi subjek dari pembangunan itu sendiri. Dengan adanya pendekatan tersebut maka diharapkan manajemen perkotaan tersebut dapat mewujudkan hasil pembangunan yang lebih baik.
















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam  proses  perencanaan  pengembangan  wilayah,  peran  strategis wilayah,  masyarakat  dan  piranti  pendukung  lainnya  merupakan  satu  bagian yang  tidak  dapat  dipisahkan.  Pemahaman  mendalam  terhadap  potensi  wilayah dan kendala  yang  menghambat,  akan  sangat  menentukan  dalam  penetapan arahan pengembangan kewilayahan. Dengan menerapkan visi perencanaan yang sesuai, maka akan diperoleh suatu  arahan  penataan  wilayah  yang  tepat  tujuan  dan  sasaran.
Dalam dalam hal penataan kota ini memeliki visi kolektif pentingnya perkotaan lestari , yang masih menghadapi banyaknya tantangan persoalan perkotaan, yang harus diselesaikan secara sinergik oleh semua pemangku kepentingan agar cepat terwujud kota dan perkotaan yang lebih baik, karena pada kota-kota demikianlah maka penghidupan dan kehidupan yang lebih baik bagi warganya juga akan dapat lebih terjamin. Hal ini dianggap masih sangat sulit dicapai bagi sebuah negara berkembang, seperti Indonesia, sehingga memerlukan tindakan-tindakan yang lebih nyata, yaitu pro-shelter dan pro-settlements di tingkat pusat dan daerah dalam kebijakan dan program pembangunannya.




No comments:

Post a Comment